PADANG, hantaran.co — Sumatra Barat punya cukup syarat untuk menjadi provinsi dengan pertumbuhan ekonomi syariah yang pesat. Hanya saja, dibutuhkan komitmen dari semua pihak untuk memacu pertumbuhan tersebut. Terlebih lagi peran ulama dan tokoh adat, yang mesti menyebarluaskan pemahaman bahwa ekonomi syariah bukan hanya perkara keyakinan, tapi juga salah satu jalan untuk memperbaiki perekonomian.
Hal itu disampaikan Kepala Kantor Otoritas Jasa Keuangan (KOJK) Sumatra Barat, Yusri, didampingi Kepala Bagian Pengawasan Bank KOJK Sumbar Roby Satya Andhika, saat menyambut kunjungan tim Harian Haluan di kantornya, dalam pertemuan dan audiensi yang berlangsung dengan penerapan protokol kesehatan (prokes) ketat, Rabu (7/7).
Menurut Yusri, dari sisi industri keuangan, industri keuangan syariah sama-sama bertumbuh positif di Indonesia dengan industri keuangan konvensional. Termasuk di Sumbar. Hanya saja, kecepatan pertumbuhan yang sama membuat industri keuangan syariah masih “perlu berlari” untuk menyamai atau bahkan lebih baik pertumbuhannya ketimbang industri keuangan konvensional.
“Dengan kecepatan pertumbuhan yang sama, tentu akan sulit bagi industri keuangan syariah untuk mengejar. Sebab, yang konvensional sudah berlari lebih dulu. Namun demikian, kita, khususnya di Sumbar, punya syarat yang cukup untuk berlari lebih cepat. Termasuk dari segi infrastruktur. Perbankan Syariah ada, asuransi berbasis syariah ada, pasar modal syariah juga ada,” ucap Yusri.
Berdasarkan laporan April 2021, kata Yusri, tren pertumbuhan keuangan syariah di Sumbar dari segi aset, tumbuh 13,21 persen ketimbang periode yang sama pada tahun 2020 (year on year/yoy). Sementara itu tren pertumbuhan aset perbankan secara umum dalam periode yang sama hanya 8,49 persen. Untuk pembiayaan perbankan syariah di Sumbar tumbuh 8,65 persen, sementara perbankan secara umum tumbuh 6,85 persen.
“Yang signifikan itu, pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) perbankan syariah di Sumbar tumbuh 14,81 persen, sedangkan perbankan umum tumbuh 7,48 persen. Lalu dari sisi risiko, pembiayaan yang bermasalah hanya di angka 2,34 persen. Artinya dari 100 pembiayaan, hanya 2,34 persen yang bermasalah,” ucap Yusri.
Melihat tren pertumbuhan yang positif seperti itu, sambung Yusri, maka harus disambut bersama-sama dengan upaya sosialisasi dan edukasi yang lebih masif terkait industri keuangan syariah kepada masyarakat. Khsus di Sumbar, dalam hal ini peran ulama dan tokoh pemangku adat amat sangat diperlukan, dalam hal memberikan pemahaman agar tingkat literasi masyarakat terkait ekonomi syariah bisa lebih baik.
“Secara agama sudah jelas, praktik ekonomi syariah sangat berkesesuaian. Namun selain itu, patut diingat bahwa Sumbar atau Minangkabau sendiri secara adat dan istiadat juga berkesesuaian dengan prinsip-prinsip ekonomi syariah. Hal itu tergambar dari falsafah Adat Basandi Syarak-Syarak Basandi Kitabullah, serta begitu banyak pepatah petitih adat Minang yang sejalan dengan prinsip-prinsip ekonomi syariah itu sendiri,” ucapnya lagi.
Yusri menilai, faktor keteladanan amat sangat penting dalam menyebarluaskan pemahaman terkait literasi ekonomi syariah. Akan tetapi, masih banyak pihak yang semestinya menjadi teladan dalam hal ini, justru belum memainkan peran tersebut. Buktinya, masih banyak pondok pesantren, kalangan ulama, dan lain sebagainya, yang masih menggunakan jasa industri keuangan konvensional.
Hal yang perlu disebarluaskan, sambung Yusri, bahwa praktik ekonomi syariah bertujuan untuk kemaslahatan bersama, dan bukan bertujuan untuk kemaslahatan kalangan tertentu. Namun kembali lagi, menurutnya, upaya percepatan pertumbuhan ekonomi syariah, khususnya industri jasa keuangan syariah, sangat membutuhkan dukungan dari seluruh pemangku kepentingan dan masyarakat.
Sementara itu terkait sikap pemerintah, terutama pemerintah pusat dalam upaya menumbuhkembangkan ekonomi syariah, dinilai Yusri tidak perlu diragukan lagi. Terbukti, Presiden Joko Widodo sendiri menjabat Ketua Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS), di mana Wapres Ma’ruf Amin menjabat sebagai Ketua Harian.
“Jadi secara sikap, pemerintah ini sudah tidak perlu diragukan lagi. Tinggal lagi bagaimana kita sama-sama berkomitmen untuk memacu pertumbuhan ekonomi syariah ini agar lebih cepat, sehingga dapat sejajar atau bahkan bisa melebihi praktik ekonomi konvensional. Keduanya berbeda, tidak benar kalau ada yang bilang antara syariah dan konvensional itu sama. Keduanya jelas berbeda,” ucap Yusri mengakhiri. (*)
Wina/hantaran.co