Sumbar

Angka Kecelakaan Kereta Api di Sumbar Tinggi, KNKT: Tutup Perlintasan Ilegal

3
×

Angka Kecelakaan Kereta Api di Sumbar Tinggi, KNKT: Tutup Perlintasan Ilegal

Sebarkan artikel ini
kecelakaan beruntun
Ilustrasi kecelakaan

PADANG, hantaran.co—Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) meminta pemerintah daerah (pemda) dan PT KAI serta pemangku kepentingan terkait segera menutup perlintasan sebidang kereta api (KA) dengan lebar di bawah dua meter. Di sisi lain, juga diwacakan akan dipasang early warning system (EWS) di jalur KA guna mencegah meningkatnya angka kecelakaan di perlintasan sebidang di Sumatra Barat.

Berdasarkan data PT KAI (Persero) Divisi Regional (Divre) II Sumbar, selama 2019-2021, terjadi 36 kali kecelakaan yang melibatkan KA dan pengguna jalan raya. Data tersebut baru mencakup angka kecelakaan yang secara operasional menyebabkan keterlambatan KA. Sementara, berdasarkan data riil, diperkirakan masih lebih banyak. Belum lagi yang tidak tercatat.

Kepala Komisi Investigasi Kecelakaan Perkeretaapian KNKT, Suprapto mengatakan, berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 94 Tahun 2018, perlintasan sebidang yang lebarnya di bawah dua meter dikategorikan sebagai perlintasan liar, sehingga mutlak harus ditutup.

Sementara untuk perlintasan dengan lebar di atas dua meter, ia meminta pihak terkait melakukan evaluasi. Bisa dengan memberdayakan penjaga perlintasan, membangun jembatan penyeberangan orang, dan sebagainya, tergantung ketersediaan sumber daya dan anggaran yang dimiliki. “Yang jelas harus ada upaya, harus ada progres. Jangan sampai dari tahun ke tahun masih seperti itu juga,” katanya usai mengikuti Focus Group Discussion (FGD) yang digelar PT KAI Divre II Sumbar bersama KNKT, di Hotel Pangeran City, Rabu (8/6).

Ia menyebut, keamanan perlintasan KA menjadi tanggung jawab semua pihak. Jika perlintasan berada di jalan nasional, maka itu menjadi tanggung jawab pemerintah pusat. Apabila terletak di jalan provinsi, maka menjadi tanggung jawab gubernur. Begitu pun dengan jalan kabupaten/kota, yang menjadi tanggung jawab bupati/wali kota.

“Pada prinsipnya, kami mengimbau kepada para pemangku kebijakan terkait, untuk memulai dari langkah yang paling sederhana dan bisa segera dilaksanakan. Bagaimana pun, upaya peningkatan keselamatan di perlintasan sebidang sudah menjadi urusan yang mendesak,” katanya.

Sementara itu, Kepala PT KAI Divre II Sumbar, Miming Kuncoro menyebutkan, kendati angka kecelakaan KA di Sumbar cenderung tinggi, namun fatality rate-nya justru cenderung rendah. Hal ini berbeda dengan daerah lain, khususnya di Pulau Jawa, yang mencatatkan fatality rate tinggi. Penyebabnya karena kecepatan KA di Sumbar yang masih di bawah 60 km per jam, serta rangkaian gerbong yang relatif lebih pendek.

“Kalau susunan rangkaian gerbong makin panjang, maka KA makin sulit berhenti. Kalau di Jawa kan rangkaiannya bisa sampai 13 gerbong. Kalau di Sumbar, paling-paling cuma empat sampai lima gerbong. Jadi, kalaupun menabrak, gampang berhenti. Makanya, fatality rate-nya rendah,” katanya.

Ia menjelaskan, banyak faktor yang menyebabkan terjadinya kecelakaan di perintasan sebidang. Mulai dari keberadaan perlintasan yang tak dijaga, pengguna jalan yang kurang hati-hati, kelalaian penjaga perlintasan, kondisi permukaan perlintasan, dan seterusnya.

“Pernah satu kali saya bertanya kepada penjaga perlintasan, ada penjaganya kok masih kecelakaan? Dijawab, tadi sudah mau ditutup, tapi karena pengendara ngotot, makanya dibiarkan lewat. Akhirnya, terjadilah kecelakaan,” ujarnya.

Ia mengakui, sebelum berbicara tentang langkah teknis, masih banyak hal lain yang perlu dibenahi. Termasuk juga soal pendataan jumlah perlintasan sebidang di Sumbar. PT KAI mencatat, jumlah perlintasan sebidang di Sumbar mencapai 450 titik. Jumlah ini berbeda dengan jumlah yang dimiliki oleh Dinas Perhubungan (Dishub) Sumbar, di mana Dishub Sumbar mencatat ada sebanyak 594 titik perlintasan sebidang di Sumbar. Hal ini terjadi karena langkah identifikasi yang selama ini dilakukan oleh masih-masing pemangku kepentingan tidak sinkron dan sejalan.

“Oleh karena itu, kami nanti akan melakukan identifikasi ulang dengan menyisir jalur KA di kabupaten/kota. Lalu, di masing-masing titik perlintasan akan kami pasangi nomor. Sehingga akan lebih mempermudah kerja teknis kami ke depan,” katanya.

Pasang EWS

Kepala Balai Teknik Perkeretaapian Kelas II Wilayah Sumatra Bagian Barat (Sumbagbar), Suranto menyampaikan, untuk meningkatkan kesadaran (awareness) pengguna jalan raya di perlintasan sebidang, pihaknya berencana memasang early warning system (EWS) di sejumlah titik, dimulai dari stasiun.

Alat peringatan dini tersebut akan dipasang di antara dua shelter atau halte. Sistem akan mulai bekerja jika ada KA yang berangkat dari satu halte menuju halte lainnya. Apabila KA melewati sensor yang telah dipasang di sejumlah titik, maka sinyal peringatan akan langsung terkirim ke perlintasan sebidang yang telah dipasangi EWS. Dengan kata lain, sekalipun perlintasan tidak dijaga, pengendara jalan tetap akan mengetahui jika ada KA yang lewat.

“Ini bukan berarti kita tidak memerlukan lagi petugas di perlintasan. Yang ada tetap ada. Hanya saja, alat dan tingkat keamanannya yang kami tambah guna membantu memberikan peringatan kepada pengendara.

Ia menyebut, hingga saat ini belum ada penganggaran lebih lanjut untuk pengadaan alat tersebut. Hal ini karena pihaknya masih menunggu persetujuan dari pemerintah daerah dan pemerintah pusat. “Kalau konsep ini disetujui, maka kami targetkan akhir 2021 sudah bisa diaplikasikan. Saat ini kami sedang mengupayakan persetujuan tersebut,” ujarnya.

Di akhir acara FGD, para peserta yang terdiri dari Dishub Sumbar, Dishub Kota Padang, Dishub Padang Pariaman, Dishub Kota Pariaman, Polres Padang, Polres Pariaman, Polres Padang Pariaman, PT Jasa Raharja Sumbar, Divre II Sumatra Barat, Balai Teknik Perkeretaapian Sumbagbar, dan KNKT menandatangani komitmen bersama untuk meningkatkan keselamatan perjalanan kereta api di perlintasan sebidang.

(Dani/Hantaran.co)