Kesehatan

Sumbar Diprediksi Masuki Puncak Pandemi

5
×

Sumbar Diprediksi Masuki Puncak Pandemi

Sebarkan artikel ini
Swab
salah satu warga tengah menjalani tes swab di RSUP M Djamil Padang, Jumat (28/5) lalu. Pandemi Sumbar diprediksi akan memasuki puncak penularan setelah libur lebaran. IRHAM

PADANG, hantaran.co — Sumbar diprediksi akan memasuki puncak kasus penularan Covid-19 setelah libur Lebaran, melihat tren penularan kasus baru serta rasio pertambahan kasus atau positivity rate (PR) yang terus meningkat. Senada dengan pergerakan kasus Covid-19 secara nasional, yang diprediksi juga memuncak pada akhir Juni ini.

Kepala Laboratorium Diagnostik dan Riset Penyakit Infeksi Fakultas Kedokteran Unand, Dr. Andani Eka Putra mengatakan, kondisi Sumbar akan semakin mengkhawatirkan jika pemerintah daerah tidak segera mengambil langkah serius untuk menekan jumlah pertamabahan kasus. Ditambah lagi Positivity Rate (PR) di Sumbar per hari mencapai 15 – 20 persen.

“Jika terus seperti ini, prediksi Menkes bahwa puncak kasus Covid-19 diperkirakan terjadi akhir bulan ini, bisa saja terjadi atau bisa lebih cepat terjadi di Sumbar dibanding dengan di daerah lain,” ujar Andani kepada Haluan, Rabu (9/6/2021).

Menurut Andani, salah satu upaya yang mesti dikerjakan pemerintah daerah adalah meningkatkan rasio pelacakan kontak erat terhadap potensi kasus baru, di man saat ini jumlah tracing di Sumbar mengalami penurunan. Ia menilai, hal tersebut sangat penting untuk mendeteksi potensi penularan lebih dini.

Tenaga Ahli Menkes Bidang Penanganan Pandemi Covid-19 itu bahkan mendorong Pemprov Sumbar untuk menerbitkan Surat Edaran (SE) Gubernur yang memerintahkan bupati/wali kota agar kembali meningkatkan rasio pelacakan kasus positif Covid-19. Andani mengaku sudah berkomunikasi dengan Gubernur dan Pemprov Sumbar terkait hal itu.

Andani berpendapat, bahwa faktor yang menyebabkan masih tingginya penambahan kasus Covid-19 di Sumbar adalah tingkat kepatuhan dan kesedaran masyarakat yang masih rendah dalam menerapkan protokol kesehatan (prokes). Sehingga penularan masih terjadi bahkan mengalami peningkatan.

Di samping itu, Andani menyebutkan, bahwa tim laboratoriumnya juga tengah melakukan penelitian terkait keberadaan mutasi atau varian baru Covid-19 di Sumbar, yang memiliki kemampuan menular lebih cepat dibanding klasifikasi virus yang sudah ada.

“Saat ini kita juga belum tahu apakah sudah ada varian baru yang menyebar di Sumbar atau belum. Itu yang tengah kami siapkan bersama tim untuk melakukan penelitian mendalam guna memastikan penyebaran virus varian baru di Sumbar,”  katanya lagi.

Tempat Isolasi

Selain itu, kata Andani, pemerintah daerah diminta untuk mengoptimalkan tempat isolasi massal pasien Covid-19. Sebab dari temuan di lapangan, masih banyak pasien Covid-19 yang menjalani isolasi mandiri di rumah yang tidak memadai. Hal ini tentu akan berpotensi menyebabkan penularan ke anggota keluarga lainnya.

Andani memisalkan, pasien yang menjalani isolasi mandiri di rumah yang hanya memiliki satu kamar mandi, yang menyebabkan pasien tersebut masih bisa bertemu dengan orang lain. “Termasuk yang kami sampaikan adalah isolasi mandiri. Sebab banyak persoalan yang kami temui, saat masyarakat melakukan isolasi mandiri, kondisi rumah yang tidak layak atau tidak memungkinkan, sehingga rentan menginfeksi orang lain yang berada di rumah,” ujarnya.

Oleh sebab itu, ke depan Andani mendorong agar tempat isolasi yang sudah dibangun dalam Nagari Tageh bisa dioptimalkan. Saat ini keberadaan tempat isolasi mandiri sudah cukup banyak seperti di Kabupaten Solok Selatan, Pasaman Barat, dan beberapa daerah lain di Sumbar.

“Diharapkan, nagari lain bisa meniru rumah isolasi di tingkat nagari yang sudah ada saat ini. Fungsinya adalah menampung pasien yang semakin bertambah. Di samping itu, cara ini adalah untuk mengantisipasi meningkatnya keterisian rumah sakit pasca-lebaran,” katanya menutup.

Kasus Sejumlah Daerah Mulai Naik

Sementara itu Juru Bicara Satgas Nasional Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito menyebutkan, sejumlah daerah sudah mengalami peningkatan kasus tinggi setelah libur Lebaran. Bahkan, mulai berdampak pada keterisian tempat tidur atau Bed Occupancy Rate (BOR) rawat inap Rumah Sakit Covid-19.

“Saat ini terdapat sembilan kabupaten/kota yang berada dalam situasi yang mengkhawatirkan. Ini mohon diperhatikan dengan seksama. Perlu dipahami bahwa kenaikan kasus dan BOR menjadi indikator penting dalam melihat kegawatan situasi Covid-19 di suatu wilayah. Karena apabila kasus naik namun tempat tidur tidak tersedia maka keadaan dapat semakin memburuk, begitu pun sebaliknya,” kata Wiku dalam konferensi pers yang disiarkan melalui kanal YouTube BNPB Indonesia, Rabu (9/6).

Wiku menyebutkan, terdapat 9 daerah yang mendapat perhatian serius akibat mengalami kenaikan kasus yang cukup tinggi, yakni Kabupaten Kudus dengan kenaikan kasus mencapai 7.594 persen dan BOR sudah mencapai 90,2 persen. Kabupaten Jepara dengan kenaikan kasus 685 persen dan BOR mencapai 88,18 persen, Kabupaten Demak dengan kenaikan kasus 370 persen dan BOR mencapai 96,3 persen, dan Kabupaten Sragen dengan kenaikan kasus 338 persen dan BOR mencapai 74,84 persen.

Selanjutnya, Kabupaten Bandung dengan kenaikan kasus 261 persen dan BOR mencapai 82,73 persen dan Kota Cimahi dengan kenaikan kasus 250 persen dan BOR mencapai 76,6 persen. Kemudian Kabupaten Pati dengan kenaikan kasus 205 persen dan BOR mencapai 89,57 persen, Kota Semarang dengan kenaikan kasus 193 persen dan BOR mencapai 87,95 persen, dan Kabupaten Pasaman Barat dengan kenaikan kasus 157 persen dan BOR mencapai 75 persen.

Melihat data itu, Wiku lantas meminta agar seluruh jajaran pemerintah daerah mampu menyiapkan upaya antisipatif agar tidak terjadi ledakan kasus Covid-19. Terutama dalam mengintensifkan fungsi posko pada Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) berbasis Mikro.

Kemudian, sambung Wiku, diperlukan mencegah penularan di tingkat keluarga, serta di tingkat komunitas secara aktif dan tegas. Serta memperkuat pelaksanaan karantina terpusat, dan menambahkan kapasitas tempat tidur rumah sakit untuk pasien covid-19.

“Saya ingin kepala daerah dan gubernur memperhatikan kondisi di daerahnya dan segera mengambil langkah perbaikan yang dapat dilakukan,” ujar Wiku.

Sebelumnya, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin memprediksi puncak kenaikan kasus Covid-19 akan terjadi pada akhir Juni mendatang. Sesuai data, kenaikan kasus biasanya terjadi dalam kurun waktu 5 hingga 7 pekan usai libur panjang.

“Berdasarkan pengalaman saat masa liburan sebelumnya, kenaikan itu akan menyampai puncaknya sekitar 5-7 minggu setelah liburan. Jadi kemungkinan kenaikan kasus diperkirakan kita akan masih melihat keniakkan kasus ini sampai puncaknya akhir bulan ini,” kata Budi di Istana Kepresidenan Jakarta, melalui kanal Youtube Sekretariat Presiden.

Budi menyatakan, Kemenkes dan Satgas Covid-19 telah menyiapkan berbagai langkah dalam mengantisipasi potensi lonjakan yang lebih tinggi. Bahkan katanya dalam skema terburuk seperti kondisi seluruh pasien Covid-19 harus masuk rumah sakit. Di samping itu, sambung Budi, untuk ketersian rumah sakit masih mencukupi. Pemerintah sudah menyiapkan 72 ribu tempat tidur untuk mengantisipasi lonjakan pasien. (*)

Riga/hantaran.co