PADANG, hantaran.co — Proses pembebasan lahan masih jadi salah satu penyebab lambannya proses pembangunan sejumlah proyek di Sumbar. Seperti proyek pembangunan jalan tol Padang-Pekanbaru yang masih berkutat di ruas Padang-Sicincin, karena baru 8,23 kilometer lahan yang telah dibebaskan hingga Mei 2021.
Pakar Kebijakan Publik Universitas Andalas Aidinil Zetra menilai, salah satu faktor yang menyebabkan pertumbuhan ekonomi daerah tidak bergerak positif adalah lambannya proses pembangunan, termasuk di Sumbar. Di samping itu, serapan anggaran pembangunan juga rendah akibat pembangunan yang tidak sesuai dengan perencanaan.
“Pembangunan infrastruktur di Sumbar yang memakan waktu cukup lama disebabkan sulitnya melakukan pembebasan lahan. Lambannya pembangunan mengakibatkan pertumbuhan ekonomi Sumbar yang tidak bergerak positif dan juga membuat rendahnya kepercayaan masyarakat pada pemerintah,” kata Aidinil, Minggu (30/5/2021) kepada Haluan.
Menurut Aidinil, akar masalah dalam lambannya pembebasan lahan di Sumbar terletak pada kurang tepatnya pendekatan yang dilakukan pemerintah kepada para pemilik lahan. Sebab pada faktanya, status kepemilikan lahan di Sumbar cenderung lebih khas dan lebih kompleks ketimbang di daerah lain.
Aidinil memisalkan, di Sumbar terdapat tanah ulayat nagari, tanah ulayat kaum, dan tanah ulayat suku. Sehingga, dibutuhkan identifikasi yang menyeluruh atas kepemilikan lahan tertentu, yang sudah barang tentu membutuhkan waktu yang lebih lama. Selain itu, proses dan cara pembebasan lahan kerap berbeda antara satu daerah dengan daerah lainnya di Sumbar.
Menurut Aidinil, Pemerintah Daerah (Pemda) di Sumbar harus meningkatkan koordinasi dengan unit kerja yang ada, terutama dalam menentukan strategi yang tepat dalam mengatasi permasalahan pembebasan lahan. Hal ini sangat penting agar proyek yang direncanakan dapat tuntas sesuai perencanaan, dan anggaran yang telah dialokasikan bisa segera terealisasi.
Dampak dari lambannya pembangunan di Sumbar, kata Aidinil lagi, juga membuat masyarakat lebih lama untuk memperoleh manfaat dari layanan infrastruktur yang dibangun. Sehingga, hal ini sangat berpotensi mempengaruhi tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah.
Di samping itu, sambung Aidinil, proyek pembangunan di Sumbar mayoritas merupakan program pemerintah pusat yang kemudian melimpahkan kewenangan pelaksanaanya kepada pemerintah daerah. Namun, tanggung jawab sepenuhnya tetap berada di pemerintah pusat.
“Seharusnya tugas pemerintah pusat adalah melakukan pengawasan dan pembinaan pada pemerintah daerah, agar pembangunan berjalan sesuai rencana,” ujarnya lagi.
Manajemen Proyek yang Berbelit
Hal yang sama juga disampaikan Guru Besar Ekonomi Pembangunan Universitas Andalas (Unand), Prof. Elfindri. Menurutnya, pembebasan lahan memang menjadi penyebab lambannya pembangunan di Sumbar. Sebab, struktur kepemilikan lahan di Sumbar yang bermacam-macam dan sering kali membutuhkan pendekatan khusus.
Selain itu, kata Elfindri, kendala pembangunan di daerah adalah manajemen proyek yang berbelit-belit dari pusat. Kemudian, minimnya keterlibatan tim yang menguasai kondisi dan permasalahan di lapangan.
“Mesti ada tim yang paham dan menguasai lapangan. Kemungkinan besar ini juga menjadi penghalang. Tim yang sudah ada tidak mampu menyelesaikan atau mencari jalan keluar dari persoalan yang menghambat proyek,” ujarnya kepada Haluan, Minggu (30/5/2021).
Elfindri mengatakan, untuk pembebasan lahan, pemerintah harus berkomunikasi secara intens dengan pemilik lahan sejak dari awal. Serta rutin melakukan evaluasi atas kendala-kendala di lapangan, dengan menggali akar permasalahan dan menentukan jalan keluar dengan kesepakatan semua pihak.
Menurut Elfindri, pemerintah daerah harus menghindari potensi-potensi yang menyebabkan pembangunan mangkrak, karena hal ini yang menyebabkan pertumbuhan ekonomi Sumbar tidak bergerak positif.
“Selama ini ekonomi Sumbar baru bisa positif saat ada proyek besar yang tengah berjalan, serta saat masifnya perjalanan orang. Saat ini, hampir semuanya berhenti. Jumlah uang yang bergerak juga tidak ada. Dampaknya saat investasi tertunda, maka potensi ekonomi juga akan hilang,” katanya menutup.
Kendala Tol Sumbar
Salah satu proyek pembangunan yang bergerak lamban karena persoalan pembebasan lahan di Sumbar adalah proyek pembangunan jalur tol yang menjadi bagian dari Jalan Tol Trans Sumatra (JTTS). Hingga Mei 2021, baru 8,23 kilometer lahan yang sudah dibebaskan pada ruas Padang Sicincin. Sementara itu untuk pembangunan baru mencapai 40 persen di ruas pertama tersebut.
Direktur Proyek PT Hutama Karya Infrastruktur (HKI) Ruas Tol Padang-Sicincin, Marthen Robert Singal mengatakan kendala dalam pembangunan jalan tol saat ini masih terkait pembebasan lahan yang belum berjalan terus menerus. Hal ini kemudian juga berdampak pada proses pengerjaan kontruksi yang harus menyesuaikan berdasarkan lahan yang sudah dibebaskan.
“Dikarenakan pembebasan lahan yang tidak menerus sehingga akses jalan ke lokasi pekerjaan harus muter-mutes melewati jalan-jalan desa sehingga hanya bisa menggunakan alat angkut material yangg berkapasitas kecil. Ini mengakibatkan biaya pelaksanaan jadi tinggi,” ujarnya. (*)
Riga/hantaran.co