Sepris Yonaldi (Rektor Universitas Tamansiswa)
Pandemi Covid-19 berdampak pada seluruh aspek kehidupan msayarakat saat ini. Satu tahun pandemi global ini, memberikan pengaruh yang besar bagi masyarakat dunia dan tentunya juga bagi masyarakat Indonesia. Virus corona berdampak luar biasa (extraordinary) pada perekonomian Global. Dengan waktu yang sangat cepat, virus ini pada akhir 2019 telah menulari hampir keseluruh Negara di dunia, termasuk Indonesia di awal 2020.
Akhirnya, badan kesehatan dunia atau WHO menetapkan persoalan ini sebagai pandemi global. Berdasarkan data worldometer.info per Maret 2020, pandemi ini telah menginfeksi lebih dari 119 juta jiwa dan mengakibatkan kematian lebih dari 2,6 juta jiwa penduduk dunia, dan di Indonesia ada lebih kurang 1,4 juta jiwa yang terinfeksi dengan kasus meninggal 38,229 jiwa. Sehingga, berakibat krisis kesehatan di seluruh Negara terdampak. Krisis kesehatan ini memicu peningkatan jumlah penduduk miskin dan pertumbuhan ekonomi kontraktif merata di berbagai belahan dunia.
Indonesia salah satu negara yang mengalami pertumbuhan ekonomi negatif sepanjang 2020 hingga Q1 tahun 2021, meskipun tumbuh tapi masih tetap berada pada posisi negatif. Usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) merupakan salah satu sektor usaha yang terdampak.
Berdasarkan data, sektor yang sangat terdampak dari pendemi ini adalah pedagang kecil/kaki lima (86 persen) dan pedagang besar/wiraswasta (84 persen). Tentunya hal ini akan berdampak pada pertumbuhan eknomi secara nasional dan terkhusus untuk Sumbar, di mana kuliner merupakan sektor usaha yang mendominasi di skala mikro dan kecil.
Berbagai kebijakan telah dikeluarkan pemerintah baik pusat maupun daerah dalam mengatasi persoalan pandemi ini. Seperti kebijakkan pembatasan berskala besar, larang mudik dan lain-lain. Tentunya secara langsung, kebijakkan ini berpengaruh terhadap pola aktivitas masyarakat, bekerja dari rumah, proses belajar dari rumah (daring), dan transaksi jual beli secara online dengan memenafaatkan teknologi digital.
Tanpa disadari, hal ini mengubah perilaku hidup masyarakat degan cepat. Dengan adanya perubahan aktivitas di rumah dan perilaku belanja online ini, meningkatkan penjualan produk di e–commerce (bisnis melalui jaringan internet) sebesar Rp36 triliun, dan ada penambahan konsumen baru pertama belanja online saat PSBB diberlakukan.
Perubahan ini menjadi keuntungan tersendiri bagi UMKM yang mampu bertahan di masa pandemi dengan memanfaatkan peluang teknologi digital ini (era 4.0) dengan kreativitas dan inovasi. Hingga saat ini, lebih kurang 300.000 UMKM konvensional sudah bertransformasi ke bisnis dengan konsep e-commerce.
Bulan suci Ramadan selalu menjadi momen keberuntungan bagi pelaku UMKM, karena bulan suci ini dapat menjadi puncak konsumsi rumah tangga yang berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi secara nasional. BPS mencatat, pada tahun 2019 dari 5 persen pertumbuhan ekonomi nasional, konsumsi rumah tangga berkontribusi 58 persen.
Tentunya, bulan suci Ramadan saat ini juga akan memberi kontribusi signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, karena dengan kondisi kebiasaan baru dan pemanfaatan teknologi digital, akan memberikan peluang bagi pelaku UMKM untuk meningkatkan omzet penjualan.
Untuk menjaga usaha tumbuh dan berkembang di masa krisis ini, pelaku UMKM dituntut untuk mampu mengembangkan ide dan memanfaatkan peluang di saat krisis. Salah satu peluang yang terbuka lebar saat ini adalah masuk ke pasar digital. BPS tahun 2020 mencatat, persentase penduduk Sumbar yang mengakses internet sebesar 46,35 persen.
Ini menunjukkan peluang pasar di bisnis e-commerce sangat terbuka luas dan menguntungkan. Beberapa alasan kenapa UMKM konvensional bertansformasi konsepkee-commerce di antaranya adalah, teknologi digital sebagai kebutuhan dasar, belanja online sebagai gaya hidup, kecepatan dalam transaksi, kenyamanan dalam transaksi, promosi dengan biaya redah (beriklan di media sosial), bermitra dengan sturup business (online shop), E-WOM, dan direct selling.(*)