Ganefri
(Rektor UNP/Ketua Tanfidziyah PWNU Sumbar)
Ramadan adalah bulan istimewa. Pada bulan ini Muslimin dan Muslimat berupaya menempa diri agar menjadi insan terbaik dengan melaksanakan puasa beserta amalan lainnya. Hakikat dari seorang insan terbaik adalah takwa, seperti tertuang dalam tujuan yang utama ibadah puasa (QS Al-Baqarah: 183).
Di antara amalan bulan Ramadan yang tergolong baik yaitu bersikap solidaritas dengan sikap pemurah atau berjiwa dermawan untuk sesama manusia, yang utama untuk saudara dari kita yang membutuhkannya. Sebagaimana dijelaskan dalam Hadis Rasulullah SAW yang juga sosok yang sangat pemurah, terutama pada Ramadan (HR Bukhari dan Muslim). Melalui sikap pemurah tesebut, berkembang sikap empati dan ada rasa ingin berbagi.
Ibadah Puasa memberikan rasa kebahagiaan ketika seseorang berbuka Puasa, artinya mengandung rasa syukur di dalamnya, khususnya pada mereka yang berpuasa sambil menikmati hidangan di kala berbuka berupa makanan setelah mereka berjuang menahan dahaga, lapar, berbalut letih di siang harinya.
Pada kondisi ini, orang yang berpuasa telah merasakan betapa haus, lapar, dan letih menjadi bagian dari penderitaan setiap hari kaum dhuafa. Oleh karena itu, puasa menumbuhkan sifat solidaritas dan rasa kasih pada insan yang tiada henti didera segala penderitan dalam kehidupan.
Spirit kedermawanan dan mau berbagi adalah suatu isu yang penting dalam doktrin keislaman. Berbagi merupakan strategi tepat dalam pendistribusian kesalehan sosial. Apalagi dalam kondisi pandemi Covid-19 yang belum jelas kapan berakhirnya. Akibatnya, banyak di antara kaum muslim yang didera berbagai kesulitan hidup terutama terkait dengan masalah ekonomi.
Ada dari saudara-saudara kita yang penghasilannya menurun drastis, juga ada yang berada dalam situasi menjadi korban PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) atau tidak bisa menjalankan aktivitasnya mencari rejeki, terutama bagi mereka yang beraktivitas di sektor informal.
Sudah dapat kita renungkan, alangkah sulitnya tantangan hidup yang mereka hadapi, mereka berada dalam dua posisi di samping harus berjuang menghidupi keberlanjutan ekonomi keluarga, sementara juga terjebak atau terpaksa berhenti bekerja dan menerima risiko tidak memperoleh penghasilan.
Oleh karena itu, solidaritas sosial dalam situasi yang sulit seperti saat ini sangat dibutuhkan, walaupun kadang harus melampaui batas-batas simbol dan identitas agama. Maksudnya, bukanlah sebatas atas prinsip ikatan sosial sesama orang Islam (satu agama), malah jauh lebih melebar dengan basis ikatan-ikatan sosial dan kemanusiaan.
Dalam pantauan penulis di berbagai media social, termasuk juga pada media online, kita bisa cermati, telah banyak kita saksikan berbagai aktivitas bertajuk solidaritas sosial, seperti gerakan berbagi masker, hand sanitizer, dan juga memberikan makanan gratis. Malah ada yang berbagi uang tunai kepada fakir miskin.
Timbulnya inisiatif tesebut atas dasar kesukarelaan yang melibatkan warga masyarakat atau kelompok-kelompok sosial tertentu, yang mewujudkan semangat kebersamaan, integrasi dan kegotong-royongan yang tidak akan sirna di negeri ini. Jiwa dan solidaritas sosial seperti itulah, yang mesti diinternalisasikan atau dibudayakan terus dalam situasi-situasi sulit seperti dalam Ramadan tahun ini.
Rasa persaudaraan tersebut bisa diterapkan mulai dari lingkungan sosial yang lebih dekat, misalnya keluarga, pertetanggaan, kelompok sosial atau komunitas, termasuk dalam ranah yang lebih luas, yakni ranah publik.
Merekat solidaritas dalam dimensi Ramadan, secara perspetif sosial merupakan suatu keharusan yang mesti tetap ada dan malah harus ditingkatkan di masa Pandemi Covid-19. Solidaritas sosial akan mengalahkan sikap yang antisosial seperti intoleransi, radikalisme, dan etnisitas yang semuanya melambangkan primordialisme yang justru menjadi ancaman keberlanjutan entitas budaya dan bangsa.
Dalam tataran budaya Minangkabau ada filosofi “katiko ada samo di makan, katiko ndak samo ditahan” yang setidaknya telah mewarnai nilai-nilai budaya lokal yang merupakan bagian dari nilai-nilai kebangsaan yang termaktub dalam idiologi bangsa kita Pancasila, ketika kita bicara tentang solidaritas sebagai pesan nilai religi dari bulan Ramadan.
Melalui pelaksanaan ibadah puasa yang menumbuhkembangkan semangat dan nilai solidaritas sosial, maka akan tercipta suatu kehidupan sosial yang lebih religius, bermuatan moral, menjunjung nilai-nilai demokratis, rasa harmoni sosial, semangat kebersamaan, tertanamnya jiwa toleransi, dan saling menjunjung harkat dan martabat kemanusiaan tanpa mengenal diskriminasi atau batas sosial.
Akhir kata, Ramadan membawa pesan kedamaian dan ketenangan bagi sesama manusia melalui semangat solidaritas sosial yang ditransmisikannya. (*)