PADANG, hantaran.co — Lonjakan kasus positif Covid-19 di Sumbar harus dikendalikan mulai dari level nagari, seiring diterapkannya Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) berskala Mikro. Di samping itu, DPRD menuntut adanya koordinasi yang intens antar kepala daerah dalam penerapan pembatasan tersebut.
Ketua Perhimpunan Ahli Epidemiolog Indonesia (PAEI) Sumbar Defriman Djafri, Ph.D kepada Haluan mengatakan, bupati/wali kota harus segera memberlakukan PPKM Mikro di wilayah masing-masing. Ia meminta kepala daerah untuk berkomitmen dan tegas dalam memberlakukan pembatasan di level nagari atau desa.
“Kalau bicara PPKM Mikro, tentu pembatasan dari skala terkecil. Di Sumbar itu dimulai dari tingkat nagari dan ini merupakan kewenangan bupati dan wali kota. Seharusnya, dengan adanya perintah dari pemerintah pusat, kepala daerah bisa langsung menerapkan itu. Gubernur hanya bisa memberi instruksi, sebab yang punya daerah bupati dan wali kota,” kata Defriman, Selasa (20/4).
Menurut Defriman, di tengah situasi seperti ini, sense of crisis wajib dimiliki kepala daerah agar segera mengambil langkah yang kongkrit dalam menekan pertambahan kasus Covid-19. Termasuk juga memantik kesadaran dari masyarakat dalam menerapkan prokes untuk menjaga diri agar terhindar dari penularan virus corona.
“Dibutuhkan kepedulian kepala daerah untuk menjaga wilayah mereka. Pemberdayaan masyarakat bisa diutamakan, dan itu bisa saja terjadi jika kepedulian tadi sudah tumbuh. Saya yakin jika sense of crisis kepala daerah itu sudah ada, mereka bisa mencari solusi lain. Tapi kalau itu sudah tidak ada sama sekali, maka kita lihat saja konsekuensinya,” ujarnya.
Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Andalas (Unand) itu mengatakan, kondisi pandemi saat ini sudah mulai mengkhawatirkan, ditambah dengan melonjaknya angka positivity rate (PR) atau rasio kasus positif Sumbar dalam beberapa waktu terakhir. Menurutnya, ada dua cara untuk menurunkan PR. Pertama mengurangi terjadinya penularan dengan intervensi. Kedua, meningkatkan kembali 3T (testing, tracing, dan treatment).
Defriman mengatakan, intervensi bisa dilakukan melalui kebijakan pemerintah, edukasi kepada masyarakat dan penegakan aturan yang sudah ditetapkan dalam penanganan pandemi. Hal terpenting dalam penanganan Covid-19, katanya, terletak pada pengawasan protokol kesehatan 3M dan pelaksanaan 3T.
Sementara itu, sambung Defriman, kesadaran masyarakat dalam menjalankan prokes sudah mulai memudar. Kondisi masyarakat saat ini sudah menganggap bahwa keadaan sudah normal, padahal ancaman virus Covid-19 ini masih tinggi dengan ditemukannya mutasi dan varian-varaian baru virus tersebut.
“Yang hilang saat ini di tengah masyarakat adalah sense of crisis. Kepekaan masyarakat sudah memudar. Masyarakat sudah antiklimaks, seolah-olah keadaan sudah normal. Ini yang perlu dibangun kembali agar masyarakat aware. Kenapa ini hisa terjadi, karena komunikasi risiko (edukasi) tidak sampai ke masyarakat dengan utuh,” katanya.
Defriman menilai, pemerintah harus memastikan terlebih dahulu kesadaran dan kepatuhan masyarakat dalam menerapkan prokes, dengan pengawasan ketat serta penegakan hukum. Sehingga, masyarakat memang sudah siap untuk memasuki adaptasi kebiasaan baru di tengah pandemi.
Terlebih saat ini, kata Defriman, pemerintah seolah menyerahkan keputusan untuk pelaksanaan ibadah Ramadan kepada masyarakat. Seharusnya, pemerintah daerah membuat terlebih dahulu protap yang harus dipenuhi untuk bisa menjalankan ibadah Ramadan berjemaah.
Selain itu, menurut Defriman, jumlah testing juga perlu ditingkatkan dengan syarat intervensi dari pemerintah tetap berjalan. Sehingga, langkah tersebut berdampak dalam menekan pertambahan kasus positif.
“Jangan sampai nanti testing ditingkatkan, namun intervensi tidak dilakukan. Itu akan percuma dan rumah sakit yang berada di sektor hilir akan merasakan dampak atas itu,” ujarnya lagi.
Di sisi lain, Ketua DPRD Sumbar Supardi menilai keputusan pemerintah pusat mewajibkan Sumbar menerapkan PPKM Mikro di Sumbar sudah tepat. Mengingat lonjakan kasus yang terjadi dalam beberapa waktu terakhir.
Supardi menilai, koordinasi intens antar kepala daerah sangat dibutuhkan dalam pelaksanaan PPKM Mikro tersebut, karena yang paling tahu kondisi masyarakat adalah bupati dan wali kota terkait. Ia juga meminta agar pemerintah daerah untuk melaksanakan Perda Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB) dengan lebih optimal.
“Kalau saya melihatnya, Perda ini belum jalan dengan semestinya, jangankan optimal, bahkan saya merasa Perda ini belum disinggung-singgung sama sekali. Jika pada awal-awal Perda AKB ditetapkan ada razia-razia atau penindakan, itu belumlah apa-apa, karena Perda AKB ini isinya bukan hanya penindakan, tapi harus dilaksanakan juga pendekatan-pendekatan preventif secara intens dan tidak boleh setengah-setengah,” ujarnya kepada Haluan.
Namun begitu, Supardi menilai jika Sumbar sudah cukup siap untuk memberlakukan pembatasan berskala kecil itu. Di samping itu, DPRD akan mendukung penanganan Covid-19 dengan mengalokasikan anggaran dalam pos Belanja Tidak Langsung (BTL).
Di sisi lain, Anggota Komisi V DPRD Sumbar Daswipetra Dt. Manjinjiang Alam menilai, dengan diberlakukannya PPKM Mikro di Sumbar, maka masyarakat diminta untuk mematuhi protokol kesehatan. Terutama dalam pelaksanaan ibadah Tarawih di masjid atau musala.
“Masyarakat pada umumnya sudah memahami protokol kesehatan ini, tetapi masyarakat ini harus diingatkan terus menerut agar tidak abai,” kata anggota komisi yang membidangi kesehatan itu.
Disebutkan Daswipetra, pengawasan dan ketegasan dalam prokes harus terus berjalan. Menurutnya, fakta di lapangan saat ini masih banyak masyarakat yang abai dalam menerapkan protokol kesehatan.
“Untuk edukasi ke masyarakat, seluruh unsur sampai pemerintahan terendah harus berperan aktif, baik itu pemerintahan nagari, kelurahan, sampai RT RW harus dilibatkan,” katanya menutup. (*)
Leni/Riga/hantaran.co