Rekomendasi DPRD dan BPK terkait kepatuhan penanganan Covid-19 adalah tugas sekaligus ujian pertama bagi Gubernur dan Wakil Gubenur Sumbar yang baru, demi terwujudnya good government dan clean governance dalam penyelenggaraan Pemda. Oleh sebab itu, kami mengharapkan kiranya saudara gubernur segera menindaklanjuti semua rekomendasi.
Supardi
Ketua DPRD Sumbar
PADANG, hantaran.co — Panitia Khusus (Pansus) DPRD Sumbar meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Sumbar melanjutkan pemeriksaan atas temuan potensi penyelewengan dana Covid-19 di BPBD Sumbar. Selain itu, DPRD menyebutkan bahwa pelaksanaan rekomendasi dari DPRD dan BPK sebagai ujian pertama bagi Gubernur Sumbar, Mahyeldi.
Wakil Ketua Pansus Kepatuhan Penanganan Covid-19 DPRD Sumbar, Nofrizon, membacakan rekomendasi atas Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK saat paripurna di DPRD Sumbar, Jumat (26/2/2021), malam. Rekomendasi diajukan setelah Pansus berkonsultasi ke Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), memperhatikan temuan-temuan, serta mempelajari Laporan Hasil Audit BPK RI atas kepatuhan penanganan Covid-19 Provinsi Sumbar 2020.
“Persoalan pertama, terkait pengadaan hand sanitizer ukuran 100 ml dan 500 ml, yang menurut LHP BPK terjadi pemahalan harga yang berpotensi mengakibatkan kerugian keuangan daerah sebesar Rp4.847.000.000, serta kekurangan volume pengadaan logistik kebencanaan; masker, thermogun, dan hand sanitizer senilai Rp63.080.000,” kata Nofrizon.
Ia menyebutkan, kerugian daerah itu terjadi pada sebagian paket pekerjaan saja, sementara itu masih banyak paket pekerjaan lainnya yang belum dibuktikan oleh BPK RI, untuk melihat apakah terjadi ‘kejadian’ yang sama berupa pemahalan harga atau kekurangan volume pekerjaan.
“Pansus menduga, tidak tertutup kemungkinan hal yang sama juga terjadi pada paket pekerjaan lainnya, sehingga Pansus merekomendasikan pemeriksaan lanjutan oleh BPK,” kata Nofrizon lagi dalam sidang paripurna.
Ia menambahkan, pemeriksaan lanjutan juga direkomendasikan setelah melihat adanya transaksi pembayaran kepada penyedia barang atau jasa yang tidak sesuai dengan ketentuan. Di mana, bendahara dan Kepala Pelaksana BPBD Sumbar sempat melakukan pembayaran secara tunai yang jelas tak sejalan dengan Instruksi Gubernur Sumbar Nomor 2 Tahun 2018 tentang pelaksanaan transaksi nontunai.
Transaksi tunai yang dilakukan tersebut, sambungnya, terindikasi sebesar Rp49.280.400.000. Selain itu, Pansus juga merekomendasikan DPRD Sumbar untuk menyurati Gubenur Sumbar agar menindaklanjuti rekomendasi BPK RI terkait pemberian sanksi kepada para pejabat terkait, yang terindikasi melakukan pelanggaran dalam proses pengadaan barang dan jasa serta pembayaran tunai.
“Sampai saat ini, gubernur belum menindaklanjuti rekomendasi dimaksud. Padahal, waktu yang diberikan sesuai action plan yang dibuat oleh gubernur adalah 60 hari,” katanya lagi.
Selain itu, berdasarkan penelusuran Pansus terhadap LHP BPK RI atas kepatuhan penanganan Covid-19 di lingkungan Pemprov Sumbar dengan pihak terkait, juga terindikasi ditemukan praktik KKN. Sehingga, Pansus merekomendasikan DPRD untuk menyurati Pemprov agar bisa menindaklanjutinya sesuai ketentuan hukum yang berlaku.
Masih berdasarkan LHP BPK RI, sambung Nofrizon, ditemukan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) yang tidak mutakhir dan tidak dipantau oleh Pemprov Sumbar. Akibatnya, DTKS yang menjadi basis data dan sumber utama penyelenggaraan kesejahteraan sosial itu menyebabkan duplikasi penerimaan manfaat, karena satu penerima dapat menerima manfaat APBD provinsi dan APBD kabupaten/kota secara bersamaan.
“Agar kejadian yang sama tak terulang lagi, maka Pansus merekomendasikan agar DPRD menyurati gubernur dan meminta pejabat terkait untuk bertanggung jawab melakukan pembaharuan dan validasi DTKS yang akan diteruskan ke pemerintah pusat,” katanya lagi.
Sementara itu, Ketua Fraksi Gerindra DPRD Sumbar Hidayat mengatakan, berdasarkan LHP BPK RI, ditemukan potensi kerugian daerah hingga Rp4,9 miliar akibat pemahalan harga. Oleh karena itu, Fraksi Gerindra mendorong perlunya diberikan sanksi tegas kepada pihak aparatur pemerintah maupun kepada rekanan yang terlibat.
“Semua bentuk penyelewengan itu sangat melukai dan mencederai hati masyarakat di tengah pandemi. Agar tidak menjadi isu desas-desus tak berkesudahan yang berpotensi menimbulkan fitnah, dan merusak harmonisasi penyelenggaraan pemerintahan daerah, maka Fraksi Gerindra meminta persoalan ini diusut setuntas-tuntasnya sesuai peraturan perundang-undangan,” kata Hidayat.
Menunggu Sikap Gubernur
Sementara itu, saat memimpin paripurna, Ketua DPRD Sumbar, Supardi, menyampaikan, rekomendasi DPRD terkait kepatuhan penanganan Covid-19 adalah tugas sekaligus ujian pertama bagi Gubernur dan Wakil Gubenur Sumbar yang baru Mahyeldi-Audy Joinaldy, demi terwujudnya good government dan clean governance dalam penyelenggaraan Pemda.
“Oleh sebab itu, kami mengharapkan kiranya saudara gubernur dapat segera menindaklanjuti semua rekomendasi yang diberikan DPRD dan rekomendasi yang diberikan oleh BPK Perwakilan Sumbar,” ucap Supardi.
Hal senada disampaikan aktivis dan praktisi hukum Sahnan Sahuri Siregar. Menurutnya, publik saat ini tengah menunggu komitmen dari Mahyeldi-Audy untuk menyelesaikan dugaan penyelewengan dana Covid-19 di Sumbar tersebut. Menurutnya, pihak-pihak yang terbukti memperoleh keuntungan pribadi di tengah pandemi, mesti diberi hukuman berat.
“Pihak-pihak yang terlibat itu sudah keterlaluan, karena bekerja culas di tengah situasi sulit. Banyak orang yang kehilangan pekerjaan, dan ekonomi jadi lesu karena pandemi ini. Terlebih dana yang dimainkan adalah dana pengadaan hand sanitizer. Salah satu elemen penting bagi masyarakat untuk melindungi diri,” kata Sahnan kepada Haluan, Minggu (28/2/2021).
Pengungkapan kasus ini hingga terang benderang, kata Sahnan, merupakan ujian pertama dan ajang pembuktian bagi Mahyeldi-Audy terkait kapasitasnya sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Sumbar baru di Sumbar, dalam upaya memerangi korupsi.
“Ini juga menjadi pelajaran untuk keduanya agar hati-hati dalam mengambil kebijakan, terutama dalam penanggulangan bencana nonalam seperti sekarang. Jika menyangkut dana yang nanti akan digunakan untuk penanganan pandemi, Pemprov harus transparan. Jangan kasih ruang bagi orang yang tidak memiliki empati demi keuntungan pribadi,” katanya lagi.
Sementara itu, Pakar Hukum Kesehatan dari Univeristas Eka Sakti (Unes) Padang, Firdaus Diezo, ikut mendorong, agar aparatur dan pihak terkait segera mengungkap dengan jelas dugaan penyelewengan dana, serta menelusuri pihak mana saja yang terlibat dalam kasus tersebut.
“Ini berpengaruh pada kepercayaan masyarakat. Jika dugaan ini terbukti, maka ini akan jadi episode buruk dalam penanganan Covid-19 di Sumbar. Terkait hukuman, saya mendorong agar yang terbukti bersalah dapat dihukum seberat-beratnya,” kata Diezo.
Diezo menilai, terdapat kemiripan antara temuan BPK di Sumbar dengan kasus yang menjerat mantan Menteri Sosial Juliari P. Batubara beberapa waktu lalu. Kemiripan itu salah satunya soal mark up harga.
“Mahyeldi-Audy sebagai gubernur dan wakil gubernur yang baru, diharapkan mampu membawa banyak perubahan bagi Sumbar. Kasus ini menjadi tantangan sendiri bagi keduanya. Mahyeldi harus mendorong agar kasus ini dibuka seterang mungkin. Sikap Mahyeldi ditunggu publik,” kata Diezo menutup. (*)
Leni/Riga/hantaran.co