PADANG, hantaran.co — Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) mencatat, selama periode 2018 hingga 2020, terjadi 65 kasus kekerasan yang menimpa Pekerja Migran Indonesia (PMI) ilegal asal Sumbar. Dengan rincian, tahun 2020 sebanyak 10 kasus, 2019 sebanyak 18 kasus, dan 2018 sebanyak 37 kasus.
Kepala BP2MI, Benny Rhamdani, menyebutkan, kasus-kasus kekerasan yang menimpa PMI ilegal asal Sumbar tersebut didominasi oleh kasus kekerasan fisik, kekerasan seksual, gaji yang tidak dibayarkan, pemutusan kerja sepihak, pemberlakuan jam kerja yang berlebihan, dan seterusnya.
Di sisi lain, dalam satu tahun terakhir, BP2MI telah memulangkan sebanyak 870 jenazah PMI yang bekerja di luar negeri, di mana 640 jenazah di antaranya menderita penyakit. Selama dirawat di rumah sakit (RS) biaya ditanggung oleh pemerintah. Kemudian, sebanyak 53 ribu PMI yang memiliki status terkendala, difasilitasi kepulangan oleh BP2MI dengan seluruh biaya pemulangan ditanggung oleh pemerintah.
Berangkat dari tingginya angka kasus kekerasan ini, BP2MI terus melakukan berbagai upaya untuk menekan dan menurunkan jumlah PMI ilegal. Salah satunya melalui sosialisasi UU Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (PMI), di Auditorium Gubernuran, Senin (7/6/2021).
UU Nomor 18 Tahun 2017 merupakan pengganti dari UU Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri. Pada UU Nomor 18 Tahun 2017, Indonesia menjamin setiap warga negara Indonesia mempunyai hak yang sama tanpa diskriminasi untuk memperoleh penghidupan dan pekerjaan yang layak.
Benny mengatakan, sosialisasi penting dilakukan, karena perlindungan PMI harus dilakukan sejak dari daerah bahkan sampai tingkat desa. Melalui UU ini pihaknya juga menjelaskan bahwa PMI adalah istilah yang digunakan untuk mengganti istilah Tenaga Kerja Indonesia (TKI). Penggantian sebutan itu dinilai lebih baik dibanding TKI yang lebih dikenal negatif dan destruktif.
“Penyebutan TKI pasti negatif dan destruktif, ini yang harus diperbaiki. Bukan hanya UU, tapi juga penyebutannya. Mereka adalah orang terhormat dan penyumbang devisa terbesar bagi negara,” katanya.
Dengan banyaknya stigma negatif terhadap TKI, maka saat ini namanya berganti dengan PMI. PMI sendiri bisa dikatakan sebagai orang-orang yang terhormat dan mendapatkan sebutan sebagai pahlawan devisa. Bahkan PMI merupakan penyumbang devisa nomor dua terbanyak di Indonesia setelah sektor minyak dan gas (migas).
Melalui UU ini tidak boleh lagi ada pekerja migran yang mengalami masalah di negara tempatnya bekerja. Negara harus ada memberikan perlindungan bagi pahlawan devisa yang menghasilkan devisa hingga Rp159,6 triliun.
Berbicara mengenai PMI, kata Benny hal yang selalu menjadi permasalahan yakni masih banyaknya PMI ilegal yang memanfaatkan oknum calo untuk bisa bekerja ke luar negeri, namun tidak diberikan jaminan kehidupan yang aman dan nyaman.
Kondisi tersebut salah satunya disebabkan oleh ketidaktahuan masyarakat tentang mekanisme maupun cara mendaftar menjadi PMI melalui jalur resmi. Selain itu, kurang bersinerginya hubungan antara pemerintah daerah (pemda) dengan BP2MI maupun Unit Pelaksana Tugas (UPT) BP2MI yang ada di daerah.
Benny menjelaskan, dampak dari sindikat atau mafia, keberangkatan PMI ilegal tersebut, yakni masyarakat Indonesia yang ingin bekerja di luar negeri demi mengubah kehidupan keluarga, malah kebanyakan menjadi korban kekerasan dan lainnya.
“UU ini menjadi tumpuan untuk pemerintah pusat melakukan apa dan daerah melakukan apa, Presiden jelas memerintahkan agar melindungi PMI dari ujung rambut sampai ujung kaki. Siapapun berhak mendapatkan perlakuan hormat negara,” ujarnya.
Sementara itu, Gubernur Sumbar, Mahyeldi Ansharullah mengatakan, lewat sosialisasi ini diharapkan dapat disiapkan langkah strategis dan aplikatif di bidang ketenagakerjaan dalam rangka mengoptimalkan peluang kerja melalui penempatan tenaga kerja di luar negeri.
“Daerah harus memberikan perhatian terhadap tenaga kerja di luar negeri. Apalagi saat ini pengangguran meningkat. Ini langkah yang sangat tepat, karena banyak peluang yang terbuka untuk bekerja di luar negeri,” katanya. (*)
Darwina/hantaran.co