Hukum

10 Orang Diperiksa Terkait Surat Sumbangan Buku Bertanda Tangan Gubernur

7
×

10 Orang Diperiksa Terkait Surat Sumbangan Buku Bertanda Tangan Gubernur

Sebarkan artikel ini
Sumbar
Kantor Gubernur Sumbar. IST

PADANG, hantaran.co — Pengusutan dugaan pemungutan sumbangan untuk penerbitan buku lewat surat bertanda tangan Gubernur Sumbar terus bergulir. Sejauh ini, Polresta Padang telah memeriksa sepuluh saksi. Selain itu, Ombudsman Sumbar juga melakukan pemeriksaan, karena menilai terdapat potensi maladministrasi dalam pemungutan tersebut.

“Kami sudah periksa sepuluh orang untuk dimintai keterangan. Mulai dari lima orang yang menggunakan surat, termasuk Sekdaprov dan Kabid di Bappeda Sumbar,” ujar Kasat Reskrim Polresta Padang, Kompol Rico Fernanda kepada Haluan, Senin (23/8/2021).

Rico menyebutkan, dari hasil pemeriksaan sementara, para saksi membenarkan surat pungutan sumbangan itu. Termasuk dari pengakuan Sekdaprov Sumbar Hansastri sendiri, serta salah saeorang Kabid pada Bappedda Sumbar. Namun, mereka mengaku tidak mengetahui terkait tanda tangan yang digunakan dalam surat tersebut.

“Dari hasil pemeriksaan Sekdaprov dan salah satu Kepala Bidang di Bappeda, diakui telah mengetahui surat tersebut. Namun, untuk tanda tangan, tidak tahu,” katanya.

Rico menyebutkan, Polresta Padang akan melakukan gelar perkara atas kasus tersebut untuk mendalami adanya unsur pidana atau tidak. setelah penyidik mendapatkan keterangan yang cukup dari 10 saksi yang sudah diperiksa. “Kita akan lakukan gelar perkara karena kasus ini masih lidik. Gunanya untuk melihat apakah ada unsur penipuan atau tidak,” katanya lagi.

Sebelumnya, Polresta Padang sudah menyita sedikitnya tiga kardus berisikan surat yang rencananya akan dibagikan oleh lima orang berinisial Do (46), DS (51), DM (36), A (36), dan MR (50). Hasil pemeriksaan sementara diketahui, total uang yang telah diperoleh oleh lima orang tersebut mencapai Rp170 juta.

Dugaan sementara, uang ratusan juta itu dari hasil 21 surat yang telah dibagikan ke perguruan tinggi, rumah sakit, dealer kendaraan, hingga pengusaha di Kota Padang. Surat bernomor 005/3904/V/Bappeda-2021 tanggal 12 Mei 2021 itu berisi perihal penerbitan profil dan potensi Sumatra Barat, dengan ditandatangani oleh Mahyeldi Ansharullah selaku Gubernur Sumbar.

Dalam surat disebutkan, bahwa donatur dapat berpartisipasi dan berkontribusi dalam mensponsori penyusunan dan penerbitan buku profil, yang akan dicetak dalam Bahasa Indonesia,  Bahasa Inggris, serta Bahasa Arab.

Sementara itu, Gubenur Sumbar Mahyeldi, belum memberikan keterangan terkait dugaan kasus tersebut. Dalam sejumlah kesempatan, Mahyeldi belum mengomentari secara rinci pertanyaan dari awak media.

“Setelah kami meminta penjelasan terkait surat itu, ada potensi maladministrasinya. Di antaranya, penyimpangan prosedur dan penyalahgunaan wewenang. Seperti kita ketahui, jika sebuah program dikelola oleh pihak luar, maka harus jelas pertanggungjawabannya,” kata Ketua Ombudsman Sumbar, Yefri Heriani kepada Haluan, Senin (23/8).

Yefri mengatakan, seharusnya kerja atau program dalam pembangunan daerah yang diberikan kepada pihak ketiga, harus masuk ke dalam perencanaan daerah. Ini diperlukan untuk mengedepankan prinsip akuntabilitas, transparansi, dan berguna untuk monitoring serta evaluasi atas program yang dilakukan.

Yefri menyebutkan, hasil dari pemeriksaan Ombudsman di Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Sumbar, juga diketahui bahwa program pembuatan buku itu tidak terdapat dalam program pemerintah provinsi. Akan tetapi, berawal dari proposal yang diajukan oleh salah satu perusahaan kepada gubernur, dan kemudian gubernur mendisposisikan ke Bappeda hingga terbitlah surat tersebut.

Kejadian ini, sambung Yefri, harus menjadi catatan penting, terutama bagi kepala daerah yang mesti memahami aturan dalam pembuatan atau penyusunan program. Di samping itu, kerja yang dilakukan dengan pihak ketiga mesti terencana dengan baik, dan pekerjaan itu memang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pelayanan publik.

“Lebih dari itu, memungut uang atau meminta sponsorship di tengah situasi Pandemi kepada individu, pelaku usaha, atau pihak-pihak lain, tentu sebuah tindakan yang tidak sensitif dan tidak peka terhadap kondisi saat ini. Jika program ini memang diperlukan, maka harus direncanakan dengan baik dan jelas pertanggungjawabannya. Harus masuk dalam perencanaan,” katanya lagi.

Ombudsman Sumbar, Yefri menambahkan, sudah melayangkan surat kepada Sekretaris Daerah Provinsi Sumbar, untuk memberikan keterangan terkait kasus surat pengutan tersebut. Namun, hingga saat ini yang bersangkutan belum memenuhi panggilan dari Ombudsman tersebut.

Terpisah, Asisten Ombudsman Sumbar, Adel Wahidi mempertanyakan dasar regulasi yang digunakan dalam menerbitkan surat pemungutan uang dari publik untuk program penerbitan buku tersebut. Termasuk kewenangan seperti apa yang diambil dalam permintaan uang yang dikelola oleh pihak ketiga.

“Apa dasarnya melakukan permintaan uang itu. Jika tidak ada, tentu ini ada potensi maladministrasi dan ini bisa disebut sebagai pungutan liar,” kata Adel kepada Haluan, Senin (23/4).

Selain itu, sambung Adel, penyelenggaraan program juga dilakukan oleh pihak swasta atau pihak ketiga. Dalam hal ini, diduga telah terjadi penyalahgunaan kewenangan. “Jadi ada tata kelola, tranparansi, dan akuntabilitas yang ditabrak. Sebab, jika uang sudah diterima, lantas penerimaan semacam itu akan dicatat sebagai apa,” katanya. (*)

Riga/Fardi/hantaran.co