1.540 DPT Berkebutuhan Khusus, KPU Padang Siapkan Petugas Pendamping di TPS

Disabilitas Mencoblos. IST

PADANG, hantaran.co — Dari  613.513 pemilih yang masuk ke dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) di Kota Padang, 1.540 di antaranya merupakan pemilih berkebutuhan khusus atau disabilitas. Angka tersebut bertambah 262 jika dibandingkan dengan DPT pada Pilgub 2015 lalu. Saat itu KPU Kota Padang mencatat terdapat 1.278 pemilih disabilitas yang tersebar di seluruh kecamatan di Kota Padang.

Ketua KPU Kota Padang, Riki Eka Putra, kepada Haluan menyebutkan, ada empat kategori pemilih disabilitas yang masuk DPT, yaitu pemilih disabilitas fisik, disabilitas mental, disabilitas intelektual, dan pemilih disabilitas sensorik. Sebagian besar dari jumlah tersebut merupakan pemilih berstatus disabilitas fisik yang berjumlah sebanyak 671 pemilih.

“Sementara pemilih disabilitas mental itu ada sebanyak 391 dan disabilitas intelektual berjumlah 152. Lalu sebanyak 326 pemilih yang merupakan penyandang disabilitas sensorik. Di Kota Padang yang paling banyak pemilih berkebutuhan khusus itu ada di Kecamatan Kota Tangah yang berjumlah 268 pemilih,” kata Riki, Kamis (5/11/2020).

Oleh karena itu, Riki mengatakan KPU merancang pedoman dan petunjuk teknis untuk TPS yang ramah bagi pemilih disabilitas. Salah satunya, KPU bakal mempersiapkan surat suara template dengan model braille untuk memudahkan pemilih tunanetra memilih dalam mencoblos pilihannya di dalam bilik suara.

“Tentu pelayanan bagi pemilih normal dan disabilitas berbeda. Nanti di setiap TPS, KPU juga akan menyiapkan satu orang KPPS yang akan membimbing pemilih disabilitas mulai dari masuk ke TPS, mengambil dan masuk bilik suara, lalu memasukkan surat suara ke kotak suara, hingga pemilih disabilitas tadi keluar dari TPS. Seluruh proses itu akan dibimbing oleh petugas,” kata Riki.

Sementara itu untuk pemilih tunadaksa (cacat tubuh/lumpuh), Riki menyebutkan seluruh TPS yang mempunyai DPT tunadaksa, maka TPS tersebut akan dirancang sedemikian rupa agar ramah dan mudah diakses untuk pemilih tunadaksa.

“Ruang lalu lalang untuk kursi roda di TPS akan diperlebar dan pintu masuk dan keluar juga akan diperlebar. Ini semua dilakukan untuk menjamin bahwa warga negara tidak boleh dihalang-halangi dalam menentukan pilihan mereka,” sebut Riki lagi.

Tidak hanya untuk pemilih, kata Riki, KPU juga membuka ruang agar disabilitas juga bisa menjadi penyelenggara Pemilu.  Sebab proses seleksi untuk menjadi penyelenggara dilakukan secara terbuka. Maka, kata Riki seluruh warga negara Indonesia memiliki hak untuk mendaftarkan diri menjadi penyelenggara pemilu mulai dari tingkat kecamatan, kelurahan maupun di tingkat TPS.

“Terbuka ruang untuk disabilitas menjadi penyelenggara sepanjang yang bersangkutan mengikuti proses seleksi terbuka dan memenuhi persyaratan yang berlaku untuk bisa menjadi penyelenggara. Jika nanti ditemukan ada penyandang disabilitas dinyatakan tidak diterima menjadi penyelenggara itu bukan karena yang bersangkutan berstatus disabilitas, melainkan disebabkan persyaratannya belum terpenuhi,” ungkapnya.

Syarat untuk menjadi penyelenggara Pemilu, kata Riki antara lain adalah minimal berusia 20 tahun dan maksimal berusia 50 tahun. Calon penyelenggara juga bukan merupakan anggota partai politik, tidak masuk ke dalam tim kampanye maupun jadi saksi salah satu pasangan atau kandidat.

“Jadi tidak ada kaitannya status disabilitas warga negara Indonesia yang menjadi penghalang bagi mereka untuk menjadi penyelenggara maupun menyalurkan hak suara mereka di dalam Pemilu. Itu semua telah diatur di dalam Undang-undang,” ujar Riki menutup. (*)

Riga/hantaran.co

Exit mobile version